Selamat Datang di PERPUSTAKAAN MI NW NO. 1 Kelayu Lotim NTB, BANYAK BACA BANYAK TAHU BANYAK ILMU"

Diposting oleh mi1kelayu.blogspot.com | 16.52 | 0 komentar »

1.        Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan–pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh siswa dalam kehidupan sehari–hari. Sebuah permasalahan pada umumnya diselesaikan dalam beberapa kali pertemuan karena merupakan permasalahan multikonsep dan multidisiplin ilmu, (Ridwan Abdullah Sani, 2014: 127-128).  Adapun dalam metode Problem Based Learning (PBL) masalahnya cenderung bebas, dalam arti tidak selalu berkenaan langsung dengan Kompetensi Dasar (KD), melainkan lebih terbuka sebagai bentuk pendalaman pada materi pokok. Akan tetapi, masalah tersebut memiliki relevansi dengan Kompetensi Dasar (KD) sehingga alokasi waktunya tidak menggangu pembelajaran secara keseluruhan. Adapun tujuan dari Problem Based Learning (PBL) bukan pada penguasaan pengetahuan siswa yang seluas–luasnya. Akan tetapi dengan metode pembelajaran seperti itu siswa memiliki kemampuan berfikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah serta mengembangkan kemampuan siswa untuk aktif membangun pengetahuan sendiri, (E.Kosasih, 2014:88-89). Hasil berfikir kritis siswa akan terlihat dari kemauan siswa untuk mengajukan pertanyaan–pertanyaan. Adapun langkah langkah pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut :
Tabel 7.1 langkah – langkah pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
No
Langkah – langkah
Aktivitas Guru dan Siswa
1
Mengamati, mengorientasikan
siswa terhadap masalah
Guru meminta siswa untuk melakuakn kegiatan pengamatan terhadap fenomena tertentu terkait dengan KD yang akan dikembangkanya
2
Menanya, memunculkan
permasalahan
Guru mendorong siswa untuk merumuskan masalah yang berkaitan dengan fenomena yang diamatinya. Masalah itu dirumuskan berupa pertanyaan yang bersifat problematis.
3
Menalar, mengumpulkan data
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi (data) dalam rangka menyelesaikan maslah, baik secara individu maupun kelompok, dengan membaca berbagai refrensi, pengamatan lapangan, wawancara dan sebagainya
4
Mengasosiasikan, merumuskan jawaban
Guru meminta siswa untuk melakukan analisis data dan merumuskan masalah terkait dengan masalah yang siswa ajukan sebelumnya.
5
Mengomunikasikan
Guru memfasilitasi siswa untuk mempersentasikan jawaban atas permasalahan yang diajukan sebelumnya, guru membantu siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.
Sumber: (E.Kosasih, 2014:91)
Dalam Sugiyanto (2010:130), Jhon Dewey mengatakan bahwa pembelajaran disekolah seharusnya purposeful (memiliki maksud yang jelas) dan tidak abstrak serta dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya dengan memerintahkan siwa dalam kelompok–kelompok kecil untuk memecahkan masalah yang diminati dan dipilih sendiri oleh siswa.
2.             Discovery Learning
Para ahli sering membedakan antara Discovery Learning dengan inquiry learning. Johnson (dalam Supriyono, 2011) menyebutkan bahwa Discovery Learning terdapat pengalaman yang disebut experience atau menemukan sesuatu dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh siswa. Sund (dalam Suryosubroto, 2009:179) mengungkapkan bahwa Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya; mengamati, menggolong–golongkan, membuat dugaan menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan. Suryosubroto, (2009:192) sendiri menyatakan penemuan adalah suatu proses belajar mengajar dimana guru memperkenalkan siswa menemukan sendiri informasi, (Ahmad Yani, 2014:132).
Pembelajaran Discovery merupakan bagian dari kerangka saintifik. Siswa tidak hanya disodori sejumlah teori (pendekatan deduktif), tetapi siswa berhadapan dengan sejumlah fakta (pendekatan induktif). Dari teori dan fakta siswa diharapkan dapat merumuskan sejumlah penemuan. Bentuk penemuan yang dimaksud tidak selalu identik dengan suatu teori ataupun benda seperti yang dilakukan oleh ilmuan dalam pengertian yang sebenarnya. Penemuan yang dimaksud berartipula sesuatu yang sederhana, namun memiliki makna dengan kehidupan siswa itu sendiri, (E.Kosasih, 2014:83-84). Menurut Westwood (2008) (dalam Ridwan Abdullah Sani, 2014:98), pembelajaran dengan metode Discovery akan efektif jika terjadi hal–hal berikut:
(1)     proses belajar dibuat secara terseteruktur dengan hati – hati.
(2)     siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan awal utuk belajar.
(3)     Guru memberikan dukungan yangg dibutuhkan siwa unntuk melakukan penyelidikan
Pembelajaran Discovery yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide – ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keaktifan siswa dalam proses belajar, dan keyakinan pembelajaran sejati terjadi melalui personal Discovery. Tujuan pembelajaran bukan untuk memperbesar dasar pengetahuan siswa tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan Discovery (penemuuan).
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Discovery hampir mirip dengan pembelajaran yang mengikuti proses penelitian para ilmuan. Lebih jelasnya akan dipaparkan dibawah ini:
1.             Modeling atau stimuulasi yaitu siswa diberikan arahan untuk membaca atau menyaksikan atau mendengarkan suatu uraian yang mengandung permasalahan yang akan dipecahkan.
2.             Merumuskan masalah (problem statement), yaitu siswa diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang berkaitan dalam tayangan atau bahan bacaan. Dari masalah tersebut siswa diminta untuk mengajukan hipotesis sebagai jawaban sementara atas masalah yang telah diajukanya.
3.             Mengumpulkan data yaitu siswa diajak untuk mengumpulkan berbagai informasi dan data yang relevan.
4.             Menganalisis data yaitu siswa diarahkan untuk mampu mengolah data seperti mengecek, mengklasifikasikan, mentabulasikan dan menafsirkan data.
5.             Memverifikasi data yaitu siswa diberikan arahan untuk mengecek hipotesis yang telah dibuat diawal kegiatan apakah hipotesis yang diajukan terbukti atau tidak terbukti berdasarkan pengolahan data dan tafsiran data atau informasi.
6.             Melakukan generalisai yaitu siswa diarahkan untuk belajar untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis dan verifikasi data. (Ahmad Yani, 2014:134-135).

Diposting oleh mi1kelayu.blogspot.com | 16.50 | 0 komentar »

1.         Belajar dan Pembelajaran
a.         Pengertian Belajar
Pengertian belajar dapat di temukan dalam berbagai sumber atau literatur. Meskipun ada perbedaan-perbedaan di dalam rumusan pengertian belajar tersebut dari masing-masing ahli, namun secara prinsip di temukan kesamaan-kesamaan. Dalam E. kosasih, (2014:2) H.C. Whiterington, mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola–pola  respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Pendapat lain dikemukakan oleh Slameto, (2010:5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sardiman (2011:20) lebih lanjut menyatakan bahwa “belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya”. Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka belajar didefinisikan sebagai proses perubahan tingkah laku, yakni ditandai oleh adanya sesuatu yang baru pada diri seseorang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, ataupun kecakapan dan interaksi dengan sumber belajar serta  dapat diubah melalui latihan atau pengalaman.
2.    Teori-Teori Belajar
a.         Teori Perkembangan Kognitif  Jean Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh pelopor aliran konstruktivisme. Ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut mengalami purubahan dengan adanya interaksi  dengan lingkungan maka fungsi intelektual anak semakin berkembang (Dimyati dan Mudjiono,2006:13-14).  Jean Piaget (dalam Syaiful Sagala, 2008:24) berpendapat ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu: proses asimilasi dan proses akomodasi. (1) proses “asimilation”, dalam proses ini anak menyesuaikan atau mencocokkan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu; dan (2) proses “accomodation” yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Piaget melihat perkembangan kognitif tersebut sebagai hasil perkembangan saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui. Asimilasi tetap dan menambah terhadap yang ada dan menghubungkannya dengan yang telah lalu.